Saturday, April 26, 2008

Kisruh Ujian Akhir Nasional

Denger-denger adik-adik kita yang sekarang duduk di kelas tiga sekolah menengah atas baru aja mengikuti ujian akhir yang diadakan secara nasional dan akan menentukan kelulusan mereka di tingkat pendidikan sebelum perguruan tinggi ini.
Lumayan heboh ya! Ngga selesai-selesai kekisruhannya, dari mau UAN atau ngga, batas lulus berapa, standar nasional atau lokal dan lain sebagainya.
Wajar banget memang, banyak pro dan kontra, tapi gue rasa banyak argumentasi yang juga nyeleneh dan tidak matang tapi justru menjadi sangat populer di kalangan siswa yang menjadi sasaran kebijakan ini.

Beberapa hari lalu, gue lagi dengerin siaran pagi Trax fm sambil bersiap diri untuk kuliah. Lagi konsentrasi sikat gigi (maap ya ! bagi gue kegiatan menyikat gigi bisa sangat menghanyutkan hehhehe).. terkaget-kaget lah gue mendengar salah satu siswa SMA di Jakarta yang diwawancara penyiar radio yang gue sebut tadi. Si siswa ini dengan PD tinggi bilang kalo dia dan teman-temannya patungan untuk dapet bocoran jawaban UAN. Sistemnya, tiap pagi mereka akan diSMS oleh penyedia jawaban UAN ini seluruh jawaban ujian hari itu.

Di jaman gue lulus-lulusan empat tahun lalu sih sistem gini udah ada, tapi ngga pernah kedengeran segitu tokcernya. Dan alhamdulillah gue berjuang di tengah komunitas pertemanan yang haus akan prestasi maupun senang-senang, namun sangat kooperatif sekaligus kompetitif, jadi ngga pernah kepikiran mau beli hal-hal seperti itu. Hohoo..

Sebenarnya yang paling mengagetkan adalah alasan si siswa kePDan ini untuk beli jawaban yang belum juga terjamin kebenarannya, dia bilang, “yah mau gimana lagi. Gue kan mau lulus. Masak usaha gue sekolah selama tiga tahun ditentukan oleh tiga hari aja! Ga adil dong!!!!”
Yah pantes aja nih anak beli soal, udah dodol, pake nyebut-nyebut mana yang adil mana yang ngga.. jelas-jelas tindakan dia beli jawaban itu justru yang bisa dibilang tidak adil karena hasil ujian tidak menunjukkan usaha dan atau kemampuan siswa yang sebenarnya.
Seperti kita ketahui dan pahami, ilmu pengetahuan itu tidak bisa dimanfaatkan secara instan. Kemampuan berpikir seseorang maupun ketajaman logika dan analisa dibentuk oleh proses akumulasi dari input ilmu maupun pengasahan kinerja berpikir. Setiap ilmu pun dipelajari secara bertahap dari konsep yang bersifat umum hingga khusus, dari yang bersifat menyeluruh hingga spesifik. Jadi memang seharusnya Ujian Nasional ditempatkan di akhir masa sekolah. Ia memang diharapkan dapat merepresentasikan kemampuan siswa dari proses akumulasi belajar selama tiga tahun.
Ga usah SMA atau SMP atau SD, kelulusan kuliah S1 aja yang minimal masa ajarnya 3,5 tahun ditentukan oleh sidang komprehensif yang paling berlangsung sekitar 2-3 jam. Seharusnya adil atau tidaknya persyaratan kelulusan bukan diukur dari berapa lama ujian tersebut berlangsung dibandingkan total masa belajar, namun oleh kemampuan syarat kelulusan tersebut mewakili kualitas siswa atau siswa yang diuji.

1 comment:

Radith Prawira said...

setuju!!adil ga adil kan relatif..
tergantung sudut pandang (menurut saya lho) dapet bocoran?gila!ank2 krg pd.. jakarta lho pdhl ya?gw lebih simpati ma ank2 sekolah yg di luar jawa.. sekolah2 di perbatasan negara kita yg notabene 'diabaikan'.